Nadin, boleh aku bercerita sedikit saja?


Aku ingin bercerita dengan menyebut nama seseorang. Seolah aku sedang bercerita padanya. Nadin, boleh kupinjam namamu? Karena saat aku menulis ini, aku sedang mendengarkan lagu-lagu indahmu. Tolong izinkan, ya.

Nadin, yang orang lain lihat bahwa keluargaku tak lagi utuh sejak beberapa waktu ini. Yang sebenarnya, bahkan keluargaku tak benar-benar utuh untuk anak tengah yang selalu kalah dengan rasa sepinya ini. 

Nadin, betul katamu bahwa cinta dan sejenisnya seperti seram dari yang kupelajari dari kecil. Bagaimana aku bisa mengerti bagaimana bentuk cinta yang baik jika di kali pertama aku hanya dikenalkan dengan bentuk cinta yang lebih membuat sesak ketimbang tenang. Aku yang merasa tak berhak mendapat perayaan apapun saat tak mampu memenuhi harapan demi harapan orang-orang. Seolah aku diharuskan berusaha keras untuk mendapat pengakuan bahwa aku layak dicinta. 

Aku hanya ingin rumah yang biasa saja, Nadin. Yang punya seseorang yang menyambut kepulangan seorang anak. Yang membuat para penghuninya merasa cukup tanpa harus dituntut. Yang membuat penghuninya merasa dirayakan tanpa ia harus banyak berkorban. Yang tak hanya menjadi tempat pelampiasan amarah dari semua hal yang tak ramah di luar rumah. Yang bisa menyediakan telinga ternyaman dan pelukan hangat untuk para penghuninya.

Bukannya aku tak bersyukur, Nadin. Aku tahu bahwa tak semua orang beruntung dengan rumahnya. Tapi Nadin, orang-orang mengira aku dadi keluarga cemara karena pandainya para penghuninya untuk berpura-pura. Yang kusebut rumah ini sering kacau. Seringnya hanya punya lelah dan amarah yang tertahan agar selalu terlihat baik di luaran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

I'm luckiest to have you 😸

Merayakanmu 🎂

Ternyata Ada