Tepat?!
Kadang aku merasa egois sekali ketika hati kecilku merengek sendiri ingin selalu ditemani, ingin selalu diperhatikan, ingin selalu diprioritaskan. Padahal lelaki yang sedang menemaniku saat ini telah menyerahkan seluruh waktu luangnya untukku. Dia yang selalu menyempatkan kabar dan ucapan-ucapan manisnya di sela segala kesibukan di jalan menuju mimpinya?
Bukankah sangat egois jika aku meninggalkannya di tengah perjalanan karena ingin bertaruh pada hal yang seakan terlihat lebih mudah? Padahal bisa saja ini juga bukan jalan yang dia sukai. Bisa saja ini juga jalan yang memberinya banyak resiko dan kekhawatiran. Tapi dia memilih percaya dengan mengirim foto kegiatannya padaku alih-alih mengabari ibunya? Dia yang selalu pandai menjaga agar tidak melukai dan menenangkan segala pemikiran buruk di kepalaku. Lalu bentuk cinta seperti apalagi yang kuinginkan?
Atau bukan ini yang aku butuhkan? Bukankah aku mampu kemana-mana sendiri tanpa ditemani? Bukankah lebih baik melihatnya sibuk bekerja daripada bermalas-malasan?
Bukankah lebih baik mendapatinya tidur kelelahan dibanding melihatnya sibuk mencari validasi pada orang lain?
Tapi kesepian dan rasa takut ditinggalkan ini sungguh merongrong kewarasanku bagai sebuah rumah yang kayunya lapuk di makan rayap. Rapuh dan bisa sewaktu-waktu rubuh.
Aku terlalu banyak mau sampai lupa berkaca. Apa dariku yang istimewa? Ya. Tidak ada.
Aku bukan bidadari yang kebetulan hilang selendangnya dicuri. Aku bukan manusia suci yang merasa berhak mendapat apa-apa yang terbaik di muka bumi. Aku hanya gadis biasa saja yang kadang kelewat batas saat bermimpi.
Namun bukankah seumur hidup terlalu lama? Akan ada banyak tanya tentang "Bagaimana jika" yang setiap hari bertengger dan beranak pinak di kepala. Mampukah dia meredamnya? Mampukah dia menjadi air saat aku menjadi api? Mampukah dia meredam riuh badai di kepala yang selalu ramai ini? Benarkah dia sudah tepat? Atau tidak, kita tidak pernah menemukan yang tepat, tapi kita memilih satu untuk dijadikan yang dirasa tepat?
Entahlah perkara jodoh masih jadi momok yang menakutkan bagi perempuan yang tahun ini akan berusia seperempat abad. Sudah setua itu dan aku masih saja hidup dalam dunia anak kecil yang hobi merengek dan banyak takutnya.
Atau sebenarnya diriku sendiri yang tidak benar-benar tepat untuk siapapun? Karena terlalu berisik? Karena terlalu banyak mau? Karena terlalu problematik?
Komentar
Posting Komentar